
Al-Quran mempunyai dua dimensi: abstrak dan konkrit. Keduanya merupakan elemen integral yang tidak dapat dipisahkan, laksana satu cahaya utuh yang memancar dari sisi Allah Swt. Ia mengutus Al Quran Aini (factual) dan sekaligus menurunkan al Quran ilmi (konseptual). Ke duanya dianugerahkan bukan untuk menegakkan keadilan semata, namun demi mengeluarkan manusia dari kegelapan ke cahaya benderang. Marilah kita cari benang merah dan titik temu yang menghubungkan antara kedua Al Qur’an tersebut melalui uraian di bawah.
Al-Quran Konseptual
Al-Quran Konseptual
Al-Qur’an adalah kitab yang memuat firman Allah Swt. Di dalamnya Allah menampakkan diri-Nya di hadapan mata hati hamba-hambaNya.
Sejak di turunkan dari sumber ilmu Allah hingga di terima oleh Rasulullah, ia senantiasa diliputi kebenaran, aman dari segala bentuk kesesatan, kebatilan,dan kepalsuan. Ia selalu berada dalam pengawasan, sebagaimana di tegaskan dalam ayat 26-28, surah Al-jin : “ yang mengetahui yang ghoib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tenteng yang ghoib itu kecuali kepada rasul-rasul yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya dia mengadakan penjagaan-penjagaan di muka bumi dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang(sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka dan menghitung segala sesuatu satu persatu.” (QS 72:26-28)
Ketika ditanya tentang al Quran oleh Rayyan bin Shalt, imam Ali ar-Ridha as berkata :”ia adalah alam Allah, janganlah kamu melampauinya dan jangan meminta petunjuk kepada selainnya, yang akan membuatmu sesat. Ia melalui sabdanya di atas, hendak menegaskan bahwa al-Quran merupakan sumber tunggal petunjuk kebenderangan, dan bahwa ia adalah jalan menuju kebahagiaan surgawi yang abadi dan jaminan keselamatan dari kesengsaraan, sebagai mana beliau sabdakan dalam riwayat lain yang berbunyi: “Ia adalah tali Allah yang kokoh, pegangan yang kuat dan jalan-Nya yang utama yang dapat menyampaikan ke surga dan menyelamatkan dari api neraka.
Keabadian Al-Quran
Selain merupakan penjelmaan dari zat Allah yang maha hidup, al-Quran menjadi abadi karena kesesuaiannya dengan fitrah manusia. Fitrah manusia yang selalu mencari kebenaran. Petunjuk Allah untuk manusia senantiasa mengalir tak terputus dan abadi. Keabadiannya sudah merupakan “ sunnatullah” yang tak akan pernah berubah. Hal ini ditegaskan oleh al-Quran : (mereka kami utus) selaku rasul rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rosul rosul itu. Dan Allah adalah maha perkasa dan maha bijaksana. (QS 4: 165).
Kelangsungan dan kelanggengan bimbingan serta petunjuk ilahi ini adalah sunnah ilahiyah dan kebijaksanaan pasti yang tidak akan pernah mengalami perubahan dan pergantian. Sikap congkak, takabbur, mengolok olok, penindasan bahkan pembantaian terhadap para utusan dan nabi tidak mampu merubah sunnah ilahiyah tersebut, dan tidak pela mencegah mengalirnya anugerah Allah atas hamba hambanya dan utusannya para rasul. Hal ini di jelaskan Allah Swt dalam ayat 5-7 surah az-zukhruf:”maka apakah kami akan berhenti menurunkan al-Quran kepadanya, karena kamu adalah kaum yang melampaui batas? Berapa banyak nabi nabi yang telah kami utus kepada umat umat terdahulu dan tiada seorang nabipun datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok oloknya (QS 43: 5-7).
Namunpun demikian, masih ada yang mengolok olok, menindas bahkan berusaha membunuh para nabi dan utusan tapi , hal itu takkan mampu merubah sunnatullah dan mencegah curahan anugerah Allah kepada umatnya dengan pengutusan para rasul, sesuai dengan penjelasan alQuran surah az-Zukhruf:”maka apakah kami akan berhenti menurunkan al-Quran kepadanya, karena kamu adalah kaum yang melampaui batas? Berapa banyak nabi nabi yang telah kami utus kepada umat-umat terdahulu dan tiada seorang nabipun datang kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok oloknya (QS 43: 5-7).
Dalam menyikapi dua ayat ini Alamah Thobathoba’I dalam tafsirnya al-Mizan mengatakan : dua ayat ini dan ayat-ayat berikutnya menjelaskan kontinyuitas alQuran di dakwahkan kepada orang-orang kafir bahwa usaha mereka menentang sunnatullah (pengutusan rasul dan penurunan alQuran) tidak akan pernah berhasil bahkan akan mengakibatkan kebinasaan umat-umat terdahulu. Dan itu akan menimpa kalian (kafir qurays) juga. Al hasil usaha menentang sunnatullah akan berakhir dengan kebinasaan dan bukan menghentikannya.
Keabadian alQuran tidak dapat di pungkiri lagi, sebab tidak ada kitab suci lagi yang akan diturunkan lagi setelahnya terlebih lebih tidak ada nabi lagi setelah nabi Muhammad saw. Seandainya alQuran tidak kekal, rentan terhadap virus kebatilan yang menyusup ke dalam teks maupun penafsirannya , niscaya terputuslah petunjuk ilahi, dan sunnatullah berakhir, tidak abadi, ini bertentang dengan isu keabadian yang telah di sepakati dan dijadikan acuan sejak semula.
Penjelasan di atas lebih tepat dijadikan bukti akan keterjagaan al Quran dari perubahan (tahrif). Di samping keabadian al Quran dapat pula disimpulkan dari ucapan imam ali ar-Ridha : ia (al-Quran) tak kan lapuk dengan berlalunya waktu, dan akan kotor diucapkan. Ia tak diciptakan untuk satu zaman melainkan di jadikan petunjuk dan hujjah untuk setiap orang. Kebatilan tidak dapat menjamahnya baik dari depan maupun dari belakang, ia diturunkan dari tuhan yang bijaksana lagi maha terpuji.
Andaikan al-Quran tidak abadi atau tidak orisinil dengan alasan ia tidak mampu menyelesaikan problema kehidupan, niscaya ungkapan imam ali ar-Ridha as bahwa al-Quran adalah tali Allah yang kokoh , pegangan yang kuat tidak berarti apapun. Jika memang demikian maka al-Quran juga tak pantas menyandang sifat cahaya yang terang yang tak pernah padam walaupun orang kafir tidak menyukainya. Selain bersifat abadi al-Quran juga selalu relevan, segar dan terasa baru. Al-Quran mengetengahkan informasi-informasi yang diperlukan ketika intelektualitas umat kian meningkat, bak sumber air yang akan memancarkan air setiap kali di timba. Relevansi al-Quran dalam segala ruang dan waktu adalah konsekuensi keabadiannya mengenai masalah ini Jakfar Shadiq as ketika menjawab pertanyaan salah seorang muridnya, mengatakan:” karena Allah tidak menurunkannya hanya unuk zaman atau pribadi tertentu tetapi, untuk semua umat manusia sepanjang zaman. Inilah yang membuatnya senantiasa segar hingga hari kiamat.
Karena mulia, kemuliaan al-Quran diturunkan pada saat dan tempat yang mulia pula. Karena itu pula ia diturunkan pada malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam yang penuh keberkahan di bulan Ramadhan yang agung, di sisi Ka’bah.
Al-Quran factual
Al-Quran factual
Setiap sesuatu mempunyai dua dimensi I’tibari (konvensional,konstruktif), dan haqiqi (konkrit). Kata berupa suara dan berupa tulisan. Alat tulis , misalnya, oleh orang arab disebut qolam dan oleh orang inggris dinamakan pen sedangkan orang Indonesia menyebutnya pena. Padahal ia mempunyai satu realitas yaitu alat tulis. Ini adalah contoh wujud I’tibari. Sedangkan wujud hakiki sebagaimana telah disebutkan adalah realitas sesuatu yang tak akan berubah dan berbeda meski ungkapannya yang berbeda. Hukum yang berlaku di atas masing-masing wujud tersebut berlainan.
Al Quran pun demikian . ia mempunnyai dua dimensi wujud : wujud I’tibari (lisan dan tulisan)yang mempunyau ke tentuan ketentuan sendiri, dalam fikih. Misalnya dan wujud haqiqi. Bentuk haqiqi setiap sesuatu mesti sesuia dengan kondisinya. Wujud haqiqi pohon misalnya, berada di luar sobyek, sedangkan wujud haqiqi ilmu berada pada subyek bahkan inheren.
Al Quran yang memuat seperangkat ajaran (aqidah,syareat dan etika) memerlukan penghubung yang dapat merealisasikannya sebagai contoh. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, seseorang yang mengetahui seluruh kandungan al-Quran dan interpretasinya lalu menerapkannya secara konsisten, adalah wujud nyata al-Quran. Pribadi semacam ini oleh imam Ali a.s. Disebut al-Quran al-Nathiq yang hanya dapat di sandang oleh nabi dan para imam as. Sebab, seluruh kandungan al-Quran telah menyatu dan mengkristal dalam jiwa mereka.
1. Musnad imam Ali ar-Ridho a.s. : 1/307, al-Tauhid” Syeh Shoduq hal 223, Ali bin Musa ar-Ridho wa al-Quran” Syekh Jawadi Amuli: 1/9
2. Musnad imam Ali ar-Ridho: 1/309 dan ‘Uyunul Akbar: 2/130
3. Tafsir Mizan: 18/84
4. Musnad 1/309 dan ‘Uyunul Akhbar : 2/130
5. Musnad 1/309 dan ‘Uyunul Akhbar: 2/130
1. Musnad imam Ali ar-Ridho a.s. : 1/307, al-Tauhid” Syeh Shoduq hal 223, Ali bin Musa ar-Ridho wa al-Quran” Syekh Jawadi Amuli: 1/9
2. Musnad imam Ali ar-Ridho: 1/309 dan ‘Uyunul Akbar: 2/130
3. Tafsir Mizan: 18/84
4. Musnad 1/309 dan ‘Uyunul Akhbar : 2/130
5. Musnad 1/309 dan ‘Uyunul Akhbar: 2/130
0 komentar:
Posting Komentar